Pages

Saturday, April 16, 2011

Bright Star ^_^


Bright Star adalah sebuah film 2009 berdasarkan pada tiga tahun terakhir dari kehidupan penyair John Keats dan hubungan romantis dengan Fanny Brawne.
Dibintangi Ben Whishaw sebagai Keats dan Abbie Cornish sebagai Fanny. A British / Australia / Perancis co-produksi, hal ini disutradarai oleh Jane Campion, yang menulis naskah dan terinspirasi oleh biografi Keats oleh Andrew Motion, yang menjabat sebagai konsultan script pada film.
film berkompetisi di kompetisi utama di Film Cannes ke-62 Festival, dan pertama kali ditampilkan ke publik pada tanggal 15 Mei 2009. judul film ini adalah referensi ke sebuah soneta oleh Keats bernama "bintang terang, akan aku stedfast sebagai engkau seni ", yang ditulisnya ketika ia sedang dengan Brawne.



 
Alur

Pada 1818 Hampstead pada Fanny modis Brawne (Abbie Cornish) diperkenalkan untuk penyair John Keats (Ben Whishaw) melalui keluarga Dilke. Yang Dilkes menempati satu setengah dari rumah ganda, dengan Charles Brown (Paul Schneider) (teman Keats's, teman sekamar, dan asosiasi secara tertulis) menduduki sisi lain.

Meskipun kepribadian genit Fanny kontras dengan alam menyendiri terutama lebih Keats, ia mulai mengejar dia setelah ia memiliki kedua kakaknya, Samuel dan Toots, mendapatkan bukunya puisi "Endymion". Meskipun upaya dia untuk berinteraksi dengan penyair hanya setelah menyaksikan kesedihannya atas kehilangan saudaranya Tom yang Keats mulai membuka diri terhadap kemajuan Fanny, di mana ia menghabiskan Natal dengan keluarga Brawne. Setelah Keats mulai memberikan pelajaran puisi untuk Fanny menjadi jelas bahwa ketertarikan mereka saling, namun Fanny adalah tetap bermasalah dalam hal keengganan Keats untuk mengejar dia, yang ibunya (Kerry Fox) menyimpulkan, "tahu Mr Keats dia tidak bisa seperti Anda , ia tidak memiliki hidup dan tidak ada penghasilan ".



Hanya setelah Fanny menerima valentine dari Brown bahwa Keats penuh semangat menghadapi mereka dan keajaiban jika mereka pecinta. Brown, yang mengirim valentine dalam bercanda, memperingatkan Keats dari Fanny, mengklaim bahwa dia adalah genit hanya bermain game. Di sisi lain, Fanny, terluka oleh tuduhan dan kurangnya Keats's iman dalam dirinya, berakhir pelajaran mereka dan daun.
Hal ini tidak sampai setelah pindah Dilkes ke Westminster bahwa musim semi, meninggalkan keluarga Brawne enam bulan Iklan setengah di rumah mereka tetangga Brown, bahwa Fanny dan Keats melanjutkan interaksi mereka dan sangat jatuh cinta. Hubungan datang untuk berakhir tiba-tiba, namun setelah Brown daun untuk sewa musim panas dengan Keats, sehingga Keats bisa mendapatkan uang. Meskipun Fanny adalah patah hati, ia dihibur oleh surat cinta Keats's. Ketika kembali laki-laki di musim gugur, ibu Fanny menunjukkan perhatian, merasa bahwa lampiran Fanny dengan penyair akan menghalangi dia dari dirayu. Diam-diam, bagaimanapun, Fanny dan Keats terlibat.




Ketika Keats menjadi sakit musim dingin berikutnya ia menghabiskan beberapa minggu sembuh sampai musim semi, yang teman-temannya memulai pengumpulan dana sehingga ia bisa menghabiskan musim dingin berikutnya di Italia di mana iklim yang hangat. Setelah meresapi pembantu Abigail, bagaimanapun, Brown tidak mampu untuk menemaninya.
 Meskipun Keats berhasil menemukan tempat tinggal di London untuk musim panas, ia dibawa ke hidup dengan keluarga Brawne menyusul insiden dalam hubungannya dengan penyakitnya. Di sinilah, setelah bukunya menjual dengan sukses moderat, bahwa ibu Fanny Keats memberikan restu untuk menikah Fanny setelah ia kembali dari Italia. Malam sebelum Keats harus berangkat Italia dia dan Fanny mengucapkan selamat tinggal menangis mereka dalam privasi, dan pada bulan Februari-saat masih di Italia-Keats meninggal karena komplikasi dari TBC, seperti saudaranya Tom lakukan sebelumnya dalam film.



Pada saat-saat terakhir film Fanny memotong rambut sendiri dengan tindakan berkabung, dan pakaian hitam, dan berjalan jalan bersalju luar yang Keats telah berjalan beberapa kali dalam hidup. Di sanalah dia membacakan itu soneta cinta yang telah ditulis untuk dia, "Bright Star", saat ia sedih kematian kekasihnya.
 








  

Ben Whishaw sebagai John Keats. Keats adalah salah satu tokoh utama dalam generasi kedua dari gerakan Romantic meskipun karyanya sudah dalam publikasi hanya empat tahun sebelum kematiannya. Selama hidupnya puisi-puisinya tidak umumnya diterima dengan baik oleh kritikus dan pada usia 25 ia meninggal percaya ia gagal. Namun, reputasinya tumbuh dan ia memegang anumerta pengaruh signifikan terhadap penyair banyak kemudian.
Abbie Cornish sebagai Brawne Fanny. Seperti kehidupan nyata Brawne Fanny, Fanny dalam film ini adalah delapan belas tahun berapi-api dan modis tua yang menghabiskan waktunya membuat gaun, topi, dan pakaian lainnya. Dia juga sesuatu yang menggoda dan menikmati akan bola, kecemburuan inspirasi dalam Keats. Meskipun kehidupan nyata Fanny Brawne melanjutkan untuk menikah dan memiliki anak, dia tidak pernah berpisah dengan surat cinta Keats's.
 
Paul Schneider sebagai Armitage Charles Brown, sahabat terbaik Keats.
Kerry Fox sebagai ibu Fanny, yang janda.
Thomas Sangster sebagai Samuel Brawne, saudara Fanny.
Antonia Campbell-Hughes sebagai Abigail O'Donaghue Brown, pembantu rumah tangga dan ibu dari anak Charles Brown.
Blakley Claudie sebagai Mrs Dilke
Aris Jonathan sebagai Leigh Hunt
Samuel Barnett sebagai Severn Yusuf
 







Produksi

Selain "Bright Star" beberapa puisi lainnya dibacakan dalam film, termasuk "The Eve of St Agnes" dan "Ode untuk sebuah Nightingale". Baik Campion dan Whishaw menyelesaikan penelitian yang luas dalam persiapan untuk film ini. Banyak baris dalam naskah yang diambil langsung dari surat-surat Keats's, yang juga dikenal sebagai puisi-puisinya.  Whishaw juga, belajar bagaimana menulis dengan pena dan tinta selama pembuatan film. Surat-surat yang Fanny Brawn menerima dari Keats di film itu benar-benar ditulis oleh Whishaw di tangannya sendiri.

Janet Patterson, yang telah bekerja dengan Campion selama lebih dari 20 tahun, agak jarang menjabat sebagai baik desainer kostum dan desainer produksi film.

Rumah Hyde dan Perkebunan di Hyde, Bedfordshire menggantikan Gedung Keats di Hampstead. Campion memutuskan bahwa Gedung Keats (juga dikenal sebagai Wentworth Tempat) terlalu kecil dan "sedikit basi". Beberapa tempat syuting juga mengambil di Elstree Studios.
 



Won
o   Inggris Independen Film Awards, Best Teknis Prestasi (untuk sinematografi)
o   Heartland Film Festival, Sesungguhnya Pindah Sound Award
o   Perhimpunan Nasional Kritikus Film, Aktor Pendukung Terbaik

Nominasi
*      Academy Awards ke-82, Prestasi Terbaik dalam Desain Kostum
*      Inggris Akademi Seni Film dan Televisi, Desain Kostum Terbaik
*      British Film Awards Independen, Aktris Terbaik
*      British Film Awards Independen, Sutradara Terbaik
*      British Film Awards Independen, Aktris Pendukung Terbaik
*      Kritik Choice Award, Desain Kostum Terbaik
*      Festival Film Cannes, Golden Palm
*      Chicago Film Critics Association Awards, Aktris Terbaik
*      Chicago Film Critics Association Awards, Sinematografi Terbaik
*      Chlotrudis Awards, Aktris Terbaik
*      Penghargaan London Film Critics Circle, Aktris Tahun
*      London Film Critics Circle Awards, Film Inggris Tahun
*      Satellite Awards, Aktris Terbaik dalam Motion Picture, Drama
*      Satellite Awards, Sutradara Terbaik
*      Satellite Awards, Best Motion Picture, Drama
*      Satellite Awards, Skenario Terbaik, Asli


Friday, April 8, 2011

a walk to remember..........

Film yang indah dengan artis-artis yang sangat berbakat, hingga menghasilkan film yang berkualitas dan sangat bagus!! TWO THUMBS UP! ^^









A Walk to Remember adalah sebuah film 2002 film dengan seting pertengahan tahun 1990an di Beaufort, North Carolina. Film ini berdasarkan dari novel tahun 1998 yang ditulis oleh Nicholas Sparks. Film ini dibintangi oleh Mandy Moore dan Shane West. Film ini disutradarai oleh Adam Shankman dan diproduksi oleh Denise DiNovi dan Hunt Lowry untuk Warner Bros. Pictures.




Sinopsis

Landon (Shane West) beserta teman-temannya adalah salah satu kelompok yang terkenal di sekolah Beaufort, Carolina Utara. Mereka selalu melakukan hal-hal yang aneh dan tidak bermoral seperti mabuk-mabukan. Di sisi lain ada gadis bernama Jamie Sullivan (Mandy Moore) yang memiliki sifat yang jauh berbeda. Ia adalah orang pendiam, penyayang dan juga taat beragama.

Suatu malam Landon dan teman-temannya mabuk-mabukan sampai terjadi kecelakaan akibat perbuatan mereka. Karena Landon yang merencanakan perbuatan tersebut, akhirnya kepala sekolah menghukumnya dengan menyuruhnya mengajar dan mengikuti drama sekolah. Hukuman itulah yang kemudian mempertemukan Landon dan Jamie. Mereka berdua masuk dalam drama sekolah dan akhirnya Landon jatuh cinta pada jamie. Namun suatu hari Jamie mengatakan bahwa dirinya menderita leukimia

Pemeran
Shane West sebagai Landon Lawrence Carter
Mandy Moore sebagai Jamie Elizabeth Sullivan
Peter Coyote sebagai Reverend Hegbert Sullivan
Daryl Hannah sebagai Cynthia Carter
Lauren German sebagai Belinda
Clayne Crawford sebagai Dean
Paz de la Huerta sebagai Tracie
Al Thompson sebagai Eric
Jonathan Parks Jordan sebagai Walker
David Lee Smith sebagai Dr. Carter
Matt Lutz sebagai Clay Gephardt

Tuesday, April 5, 2011

Yusuf dan Zulaikha_Cinta sampai menutup mata....

Zulaikha
Berat sungguh malam yang panas itu dirasakan oleh Ra’il, wanita cantik yang biasa dipanggil dengan nama Zulaikha. Ia senantiasa mempercantik paras, menghias diri, dan memakai wangi-wangian. Kemudian berdiri, pagi dan petang, di beranda istananya di atas Sungai Nil, dalam kegelisahan yang tak jelas penyebabnya. Angin sepoi bertiup tenang dan halus, seakan enggan mengusik ranting-ranting pohon bunga yang mengelilingi beranda istana itu, Zulaikha memandangi sungai dan airnya yang tenang, dan sesekali wajahnya menoleh ke atas, melihat bintang-bintang yang bertaburan di langit nan tinggi, mengelilingi bulan yang sebagian sinarnya terhalang oleh awan.
Sesaat kemudian, seorang pelayan menghampiri dengan segelas sari buah dingin untuknya, tetapi sang puteri menolak dan malah memerintahkan pelayan itu untuk kembali. Nafasnya semakin menyesakkan, serasa hampir-hampir mencekik lehernya. Dia sendiri tidak tahu apa yang digelisahkannya. Kecantikan? Bukan! Dia wanita tercantik di seluruh Mesir. Anak? Mungkin itu benar, sebab sampai saat ini ia belum dikurniai seorang anak pun. Sebenarnya ia dapat saja mengambil anak angkat yang disukainya, sebab ia orang terkaya di negeri itu. Tapi naluri keibuannya ternyata menentang niatnya. Dia ingin mengandung dan melahirkan puteranya sendiri, sebagaimana wanita-wanita lain. Tapi suratan takdir menghendaki lain, suaminya tidak kuasa mengubah impiannya menjadi kenyataan.
Berkecamuklah semua fikiran itu di kepalanya. Ia terlena dalam lamunannya, sampai suara halus suaminya tiba-tiba mengejutkan hatinya. “Ra’il, isteriku yang cantik, bergembiralah!” Kata suaminya sambil menunjukkan sesuatu. Zulaikha menoleh kepada suaminya, dan betapa terkejut ketika ia lihat suaminya datang bersama seorang anak kecil.
“Siapa namamu?” tanya Zulaikha.
Dengan suara yang hampir-hampir tidak terdengar, anak itu menjawab, “Yusuf”.
Al-Aziz, suami Zulaikha, kemudian mengikutinya dari belakang serta berkata, “Telah kubeli ia dari kafilah yang didapati disebuah telaga di padang pasir. Berikanlah kepadanya tempat (dan layanan) yang baik, boleh jadi ia bermanfaat bagi kita, atau kita pungut ia sebagai anak”.
Isteri al-Aziz tidak mengetahui takdir apa yang bakal terjadi antara dia dan anak itu di hari-hari yang akan datang. Yang jelas ia merasa senang atas kedatangan anak itu, dan hilanglah
kesedihan yang selama ini menghimpit dadanya. Hari-hari berlalu. Yusuf semakin besar dan menjadi dewasa. Wajahnya tampak semakin tampan. Isteri Aziz tidak mengerti kebahagiaan apa yang meresap di hatinya setiap kali ia memandang Yusuf, dan kesedihan yang menghantuinya ketika Yusuf hilang dari pandangannya.
Setiap kali malam tiba, dan Yusuf pergi ke kamar tidurnya, Zulaikha merasa ada sesuatu yang mengusik lubuk jiwanya, sehingga kadang kala ia bangun meninggalkan suaminya yang sedang tidur, kemudian pergi ke pintu kamar Yusuf. Zulaikha berdiri di pintu kamar Yusuf beberapa saat. Dalam hatinya timbul keraguan: apakah sebaiknya ia masuk menemui Yusuf seperti yang diinginkannya, ataukah ia kembali ke tempatnya sendiri di samping suaminya. Fikiran seperti itu selalu mengganggu hatinya semalaman, sampai cahaya matahari pagi terlihat masuk melalui jendela-jendela kamarnya. Jika sudah demikian, ia kembali ke kamar suaminya.
Setiap kali pandangannya bertemu dengan pandangan Yusuf, ia merasakan keinginan yang kuat untuk selalu berada dekat pemuda itu, dan tak ingin rasanya berpisah untuk selama-lamanya. Namun, hati kecilnya berkata bahawa Yusuf tidak memendam perasaan yang sama seperti perasaannya. Pertanyaan yang selalu mengusik kalbunya adalah:
Apakah Yusuf mencintainya sebagaimana ia mencintai Yusuf?
Apakah Yusuf memendam perasaan seperti yang dipendamnya?
Meskipun hati kecilnya berkata bahawa Yusuf tidak menampakkan sikap seperti itu, ia tidak mahu mendengar jawapan itu.
Pada suatu petang, isteri Aziz merasa tidak kuasa lagi hanya berdiri di ambang cinta yang disimpannya kepada Yusuf. Ia kemudian berdiri dimuka cermin, mengagumi kecantikan parasnya, seraya berkata kepada dirinya sendiri, “Adakah, di seluruh Mesir ini, wanita yang kecantikannya melebihi kecantikanku, sehingga Yusuf menghindar dariku? Tidak boleh tidak, wahai, Yusuf, hari ini aku akan menjumpaimu dengan segala macam bujukan dan rayuan, sampai engkau tunduk kepadaku”.
Kemudian ia membuka lemari, dan matanya mengamati setumpuk pakaian di dalamnya. Dipilihnya salah satu gaunnya yang paling indah, berwarna merah dengan model yang membangkitkan ghairah laki-laki. Manakala gaun itu dikenakan, maka sebagian auratnya yang seharusnya tersembunyi akan tampak. Itulah yang justeru dikehendakinya. Kemudian ia memakai wangi wangian di sekujur tubuhnya, yang menyebabkan seorang lelaki akan berghairah kerana baunya. Setelah itu, ia atur rambutnya seindah-indahnya di malam yang sunyi itu. Setelah menyelesaikan dan menyempurnakan dandanannya, Zulaikha mengamati sekelilingnya, hingga ia benar-benar yakin bahawa tidak ada seorang pun pelayannya yang masih menunggunya di situ; semuanya sudah lelap di kamarnya masing-masing di kegelapan malam itu. Ia pun tahu bahawa suaminya sedang memenuhi panggilan seorang hakim Mesir dan sibuk dengan urusan-urusannya, sehingga tidak mungkin ia akan kembali sebelum fajar pagi tiba.
Setelah segalanya beres, pergilah ia menuju kamar Yusuf. Didapatinya pintu kamar itu tertutup dan lampunya sudah dimatikan. Dengan perlahan ia mengetuk; satu kali, dua kali … dan tiga kali. Tak lama kemudian, Yusuf pun bangun menyalakan lampu dan membukakan pintu. Alangkah terkejutnya Yusuf ketika ia melihat isteri al-Aziz sudah berada di hadapannya. Tapi ia tidak berkata apa-apa kecuali hanya diam menunduk. Tiba-tiba Zulaikha masuk ke dalam, mendekatinya dengan ramah, dan memegang tangannya sambil menutup pintu kamar.
Zulaikha merasakan kegelisahan, ketakutan, dan tak boleh menjawab pandangan kedua mata Yusuf. Ia lalu berpaling ke arah Yusuf, sedangkan Yusuf selalu berusaha menjauh darinya. Isteri al-Aziz kemudian berkata, “Apakah maksud semua ini, hai, Yusuf? Janganlah engkau menjauh dariku, sehingga aku binasa kerana rindu kepadamu”. Yusuf diam tanpa jawapan. Isteri al-Aziz mendekatinya lagi seraya berkata, “Aduhai, Yusuf, betapa indahnya rambutmu!”
Yusuf menjawab, “Inilah sesuatu yang pertama kali akan berhamburan dari tubuhku setelah aku mati”.
“Aduhai, Yusuf, betapa indahnya kedua matamu!” Bujuk isteri al-Aziz lagi.
“Keduanya ini adalah benda yang pertama kali akan lepas dari kepalaku dan akan mengalir di muka bumi!”
Isteri al-Aziz berkata lagi, “Betapa tampannya wajahmu, hai, Yusuf”.
“Tanah kelak akan melumatnya,” Jawab Yusuf.
Kemudian Zulaikha berkata kepadanya, “Telah terbuka tubuhku kerana ketampanan wajahmu”.
“Syaitan menolongmu untuk berbuat hal itu!” Kata Yusuf.
“Yusuf! Bagaimanapun aku harus mendapatkan apa yang selama ini kudambakan, dan kini aku datang kerananya”. Kata Zulaikha.
Yusuf menjawab: “Ke manakah aku akan lari dari murka Allah jika aku menderhakaiNya?”
Sadarlah isteri al-Aziz bahawa Yusuf benar-benar tidak mau memenuhi apa yang ia inginkan. Maka, ia pun lebih mendekat lagi, dan meletakkan badan Yusuf di atas dadanya. Ia berharap Yusuf akan tertarik kepadanya dan mau memenuhi keinginannya. Akan tetapi, di luar dugaannya, Yusuf malah menghindar darinya dan segera berlari hendak keluar dari kamar itu.
Isteri al-Aziz tak habis berfikir mengapa Yusuf sedemikian keras mempertahankan kesuciannya di hadapan wanita cantik yang telah siap melayaninya, bahkan lari menjauh darinya. Ia lalu mengejar Yusuf dari belakang untuk memaksanya. Ketika sudah sangat dekat, dipegangnyalah bagian belakang baju Yusuf dan ditariknya kuat-kuat. Dengan penuh kemarahan, ia melarang Yusuf keluar dari kamar. Akhirnya, koyaklah bagian belakang baju Yusuf. Pada saat yang sama, tiba-tiba al-Aziz sudah berada di hadapan mereka berdua, bersama saudara sepupu Zulaikha.
Dengan serta merta isteri al-Aziz berkata: “Apakah hukuman bagi orang yang akan berbuat serong kepada isterimu, selain dipenjarakan atau (dihukum) dengan seksaan yang pedih?” Dengan perkataan itu, Zulaikha bermaksud menyatakan bahawa Yusuf telah berbuat yang melampaui batas atas dirinya.
Al-Aziz sangat marah atas terjadinya peristiwa memalukan itu. Kerana tidak menduga hal itu dilakukan oleh Yusuf, seorang anak terlantar yang telah dibelinya, dipeliharanya, dan dikasihinya seperti kasih sayang seorang ayah kepada puteranya sendiri. Tidak mungkin hal itu boleh terjadi?
Yusuf sadar bahawa isteri al-Aziz telah berkata dusta tentang dirinya dan menuduhnya dengan tuduhan palsu. Maka, segeralah Zulaikha berkata kepada al-Aziz: “Dia menggodaku untuk menundukkan diriku (kepadanya)”.
Allah ternyata menghendaki bebasnya Yusuf dari tuduhan wanita itu. Seorang bayi yang masih menyusu, anak salah seorang keluarga Zulaikha yang ketika itu datang ke istana, tiba-tiba berkata, “Jika bajunya koyak di bahagian muka, maka wanita itulah yang benar dan Yusuf termasuk orang-orang dusta. Dan jika bajunya koyak di bahagian belakang, maka wanita itulah yang dusta dan Yusuf termasuk orang-orang yang benar”.
Mendengar itu, segeralah al-Aziz menghampiri Yusuf untuk melihat bajunya. Demi didapatinya baju Yusuf koyak di bahagian belakang (kerana tarikan isterinya), mengertilah al-Aziz akan pengkhianatan isterinya dan bersihnya Yusuf dari tuduhan itu. Kemudian ia berkata: “Sungguh, inilah tipu muslihatmu. Sungguh dahsyat tipu muslihatmu!” Kemudian ia memandang Yusuf seraya berkata: “Hai, Yusuf, berpalinglah dari ini!” Maksud perkataan itu adalah agar Yusuf tidak memberitakan aib yang terjadi atas diri isterinya itu, sehingga tidak terdengar oleh orang ramai.
Sedangkan kepada isterinya ia berkata: “Dan (kamu, hai isteriku) mohon ampunlah atas dosamu itu, kerana sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang berbuat salah”.
“Celakalah kamu, Yusuf!” Kata isteri al-Aziz dengan kemarahan yang memuncak, kerana Yusuf menolak kecantikan dan kebesarannya.
“Tidak! aku tak akan membiarkanmu, Yusuf. Bagaimana pun akan kucari jalan lain yang dapat mempedayakanmu, hingga kamu memenuhi apa yang kukehendaki…”

Hari-hari pun berlalu, dan al-Aziz yang kalah dalam urusan itu berusaha memohon kerelaan isterinya menghadapi kenyataan itu, sementara sang isteri menyanggahnya dengan dalih bahawa suaminya telah menjatuhkan martabat dan kemuliaannya. Zulaikha tahu benar bahawa setiap kali ia menampakkan kebenciannya kepada suaminya, sang suami benar-benar berusaha mendekati dan membujuknya kerana ia sangat mencintainya dan merasa lemah dihadapan kecantikan wajahnya dan ketinggian peribadinya, yang sebenarnya bersifat mulia.
Yusuf sendiri akhirnya berdiam sepanjang hari di dalam kamarnya, kerana peristiwa aib itu terjadi di situ. Ia tidak keluar dari kamarnya kecuali ada suatu pekerjaan penting yang ditugaskan
oleh tuannya, al-Aziz.
Hari-hari yang berat dan keras selalu menghantui isteri al-Aziz. Ia menanti datang suatu peluang untuk kembali melakukan tipu dayanya atas diri Yusuf, sebab apa yang baru terjadi itu justeru menambah rasa cinta dan keinginan untuk berhubungan dengan Yusuf, meskipun secara terang-terang ia telah berdusta atas diri Yusuf untuk menghilangkan keraguan suaminya terhadapnya.
Hari demi hari dirasakan oleh isteri al-Aziz dengan berat dan terasa lambat berjalan. Di kota, beberapa peristiwa yang tak terduga telah terjadi. Wanita-wanita di Mesir, ketika itu, tidak
berkeinginan bicara lain kecuali tentang peristiwa aib antara isteri al-Aziz dan Yusuf. Yang sungguh menghairankan, bagaimana peristiwa itu dapat tersebar di seluruh kota, padahal semua pihak di istana al-Aziz berusaha merahsiakannya.
Dugaan sementara dialamatkan kepada pelayan laki-laki istana dan sebagian pelayan wanita yang masih ada hubungan keluarga dengannya. Besar kemungkinan, merekalah yang membocorkan rahsia itu.
Langit ibu kota Mesir penuh dengan gema kisah sekitar kejadian itu. Dalam setiap kelompok wanita, tidak ada masalah lain yang dibicarakan kecuali tentang isteri al-Aziz dan Yusuf, semuanya dicurahkan tanpa segan silu.
Akhirnya, sampailah berita yang menyakitkan itu ke telinga isteri al-Aziz. Dan tentu saja hal itu menimbulkan kemarahannya yang luar biasa. Akan tetapi, apa hendak dikata, ia tidak dapat berbuat apa-apa kecuali menerima kenyataan itu dengan hati yang semakin pedih.
“Betapa perjalanan hidupku menjadi sepotong roti dalam mulut wanita-wanita kota yang dipenuhi cemuhan dan ejekan.” Keluhnya dalam hati, “padahal, di hari-hari kemarin, tak seorangpun dari mereka berani menyebut namaku kecuali dengan segala penghormatan dan kemuliaan”. Kemudian ketenangan mulai meresap di hati isteri al-Aziz, setelah jiwanya tergoncang kerana kemarahan. Mulailah ia berbicara kepada dirinya sendiri:
“ Aku wanita, dan mereka pun wanita. Harus mereka terima hinaan sebagaimana hinaan yang mereka tujukan kepadaku. Jika mereka memperolok-olokku dengan lidahnya, maka sesungguhnya olok-olokku nanti lebih keras atas diri mereka…”
Maka, keluarlah dia dari kamarnya menuju beranda istananya yang menghadap Sungai Nil.
Di tepian sungai itu, ia mulai berfikir, sementara angin lembut menerpa pepohonan bunga yang mengelilingi istana, membuat harum udara di sekitarnya. Isteri al-Aziz mulai merenung; fikirannya berputar ke sana kemari, mengikuti alunan ombak sungai yang tenang. Tak lama kemudian, wajahnya tampak sedikit berseri, kemudian mulutnya tersenyum. Telah ditemukan satu cara untuk membereskan masalah itu.
Ya, mengapa ia tidak menghentikan cemuhan wanita-wanita itu tentang dirinya dan Yusuf dalam suatu pertemuan terbuka? Mengapa ia tidak memanggil wanita-wanita itu untuk duduk bercakap-cakap seperti biasa ia lakukan sebelum ini, lalu ia perintahkan Yusuf keluar (menampakkan diri di hadapan mereka)? Nanti mereka akan sadar dan mengerti mengapa isteri al-Aziz jatuh hati kepada anak angkatnya.
Kemudian dipanggilnya semua wanita itu ke istana untuk bersukaria. Kepada mereka dipersembahkan berbagai macam buah-buahan, dan masing-masing diberi sebilah pisau sebagai alat pemotongnya. Akan dilihat oleh isteri Al-Aziz apa yang nanti bakal terjadi ketika Yusuf muncul secara tiba-tiba di tengah-tengah mereka.
Heranlah kebanyakan wanita bangsawan terhadap panggilan isteri al-Aziz itu. Mereka menyaksikan suasana yang lain dari biasanya. Ruangan istana, ketika itu, dihiasi dengan penuh
kemegahan. Wanita-wanita yang hadir duduk di kerusi yang indah. Di hadapan mereka masing-masing terdapat sepinggan buah segar dan sebilah pisau pemotongnya. Semua pandangan hadirin ditujukan kepada barang-barang yang ada dalam ruangan istana itu. Semuanya diam membisu, tak ada yang berani berbicara dengan jelas tentang apa yang tersimpan di dada dan mulailah isteri Aziz membuka acara.
Pembicaraan hanya berkisar tentang buah dan masalah-masalah pesta ria itu, sama sekali jauh dari masalah peristiwa dirinya dengan Yusuf. Ia berkata bahawa segala yang disediakannya kali ini dimaksudkan sebagai kejutan bagi wanita-wanita itu. Di antara wanita-wanita yang hadir dalam jamuan itu, ada salah seorang yang menyindir. Dengan cara yang cerdik, ia berkisah kepada hadirin tentang seorang pemudi yang jatuh cinta, dan mati dalam kesedihan kerana laki-laki yang meminangnya tewas di medan perang melawan musuh-musuh negerinya. Tetapi isteri al-Aziz, dengan lebih cerdik, mengalihkan pembicaraan ke masalah-masalah lain.
Kemudian ia berkata kepada Yusuf, “Keluarlah (tampakkanlah dirimu) kepada mereka.” Maka, keluarlah Yusuf dari tempatnya menuju jamuan wanita-wanita itu. Betapa terkejutnya wanita-wanita itu demi melihat ketampanan Yusuf. Mereka sama tercengang dan kehairanan. Dan tanpa disadari, mereka memotong jari-jari mereka sendiri dengan pisau. Mereka mengira sedang memotong buah, padahal tidak dirasakan darah mengalir dari tangan mereka.
Lama-kelamaan mereka baru ingat dan menyedari apa yang telah mereka lakukan, kemudian berkata, “Maha Besar Allah. Ini bukanlah manusia. Ia tiada lain dari malaikat yang mulia”. Ketika itu wajah isteri al-Aziz menahan sedih dan duka. Berubahlah wajah nan cantik itu menjadi marah. Ia berkata seraya menunjuk kepada Yusuf: “Itulah orang yang menyebabkan aku di cela kerana (tertarik) kepadanya, dan sesungguhnya aku telah menginginkan dirinya, tetapi ia menolak. Dan (sekarang) jika dia tidak mentaati apa yang kuperintahkan, nescaya ia akan dipenjarakan dan dia akan menjadi orang yang hina”.
Yusuf mendengar apa yang dikatakan oleh isteri Aziz dengan sikap yang tenang dan tabah, di hadapan wanita-wanita kota. Ia pun mendengar keinginan setiap wanita yang hadir, sebagaimana keinginan isteri al-Aziz terhadapnya.
 Sambil berlindung kepada Allah, Yusuf berkata, “Tuhanku! Penjara lebih kusukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Allah hindarkan aku dari tipu daya mereka, tentulah aku tertarik kepada mereka. Dan tentulah aku termasuk orang yang jahil”. Allah meneguhkan hamba-hamba-Nya yang mukmin serta berlindung dan berpegang dengan kebenaran yang diperintahkan oleh-Nya …” Maka, Tuhan memperkenankan doa Yusuf, dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya mereka. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar, Yang Maha Mengetahui”.
Pulanglah wanita-wanita kota itu dengan tangan mereka berlumuran darah. Mereka semua akhirnya sadar bahawa Zulaikha, isteri al-Aziz, terhalang cintanya kepada Yusuf. Yusuf, kemudian meninggalkan ruangan itu dan pergi ke kamarnya. Isteri al-Aziz tampak duduk sambil berfikir.
Ia memang menghendaki kehinaan atas wanita-wanita yang menghina dirinya dengan Yusuf, dan hal itu telah selesai ia lakukan. Menanglah ia dengan suatu kemenangan yang dapat menyembuhkan sakit hatinya.
Akan tetapi, setelah ia lebih dalam berfikir, ia sadari bahawa perasaan yang ditanggungnya selama ini adalah suatu sebab yang berat baginya. Ia berbicara dengan dirinya sendiri: “Yusuf telah menghindar dariku dua kali; sekali dikamarnya dan sekali di hadapan wanita-wanita kota. Sesungguhnya wanita-wanita kota itu pun mencintai Yusuf sebagaimana aku, tetapi semuanya tidak memperoleh sesuatu darinya. Ancamanku kepadanya tidak ditakutinya. Celakalah kamu meskipun aku mencintaimu.”
 Pergilah isteri al-Aziz menemui suaminya. Al-Aziz kemudian bertanya tentang jamuan yang diadakannya. Isterinya menjelaskan bahawa jamuan itu hanya menambah keburukan baginya.
“Bagaimana hal itu boleh terjadi?” Tanya Al-Aziz.
“Jika Yusuf tidak disembunyikan dari seisi istana dan kota, dia akan selalu berbicara tentang apa yang memburukkanku…” Jawabnya.
Maka, mendekatlah al-Aziz kepada isterinya seraya berkata. “Bagaimana engkau boleh rela dengan apa yang memburukkanmu?” Gementarlah badan wanita itu, dan kemudian berkata: “Kalau
begitu, masukkanlah Yusuf ke dalam penjara, sehingga semua orang akan melupakannya”.
Al-Aziz menyetujui usul isterinya itu. Tak lama kemudian, beberapa pengawal istana membawa Yusuf ke penjara. Tatkala Yusuf keluar dari pintu istana, isteri al-Aziz berdiri di belakang jendela kamarya sambil memandanginya. Ia merasa seolah-olah sebagian dari hatinya tercabut, meskipun dialah yang mendesak suaminya agar memasukkan Yusuf ke dalam penjara.
Saban hari berlalu, dan kesedihan selalu mewarnai wajah isteri al-Aziz, sementara suaminya hanya boleh melihat hal itu dengan sikap diam dan tidak kuasa berbuat sesuatu. Wanita itu bertanya kepada dirinya sendiri: “Salahkah aku tatkala menyuruh al-Aziz memasukkan Yusuf ke dalam penjara? Ya, kuharamkan diriku melihat Yusuf… “Sekali lagi ia berfikir dalam kegelisahannya: “Tetapi, apakah aku bersalah dalam urusan itu?” Ia menyanggah dirinya sendiri untuk lepas dari azab, seperti seorang dermawan yang haus, tetapi tidak sanggup menjangkau air yang dipikul di bahunya sendiri.
Hari demi hari, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun berjalan tanpa sunyi dari cerita isteri al-Aziz dengan Yusuf.
Pada suatu hari, datanglah utusan raja, memerintahkannya untuk datang keistana. Isteri al-Aziz sangat hairan, sebab hal itu belum terjadi sebelumnya. Ia bertanya kepada suaminya apa kira-kira yang menyebabkan sang raja memanggilnya ke istana. Al-Aziz menjawab, “Mungkin ada urusan yang berhubungan dengan Yusuf.”
Mendengar nama Yusuf disebut lagi, lenyaplah segala dugaan. Tetapi, benarkah raja hanya berkehendak untuk berbicara dengannya tentang Yusuf?
Dengan penuh pertanyaan di benaknya, pergilah isteri al-Aziz menuju istana raja. Di sana didapatinya wanita-wanita yang telah memotong tangannya beberapa waktu yang lalu, semuanya menghadap Raja Mesir. Sementara itu, sang raja memandangi wajah para wanita itu satu persatu, kemudian mengajukan pertanyaan singkat kepada wanita-wanita itu: “Bagaimana keadaanmu ketika kamu menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadamu)?”
Mereka menjawab serentak: “Kami tiada mendapati suatu keburukan padanya (Yusuf)”.
Tiba-tiba, tanpa diminta oleh Raja, isteri al-Aziz berbicara. Ia merasa telah tiba saatnya untuk berbicara terus terang perihal itu, agar hilang semua beban dosa kerana tindakan aniayanya terhadap
Yusuf. Di hadapan Raja, wanita-wanita kota, dan seluruh yang hadir di situ, ia menerangkan: “Sekarang jelaslah kebenaran itu. Akulah yang menggodanya untuk menundukkan dirinya (kepadaku), dan
sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang benar”.
Yusuf berkata), “Yang demikian itu agar dia (al-Aziz) mengetahui bahawa sesungguhnya aku tidak berkhianat kepadanya di belakangnya, dan bahawasanya Allah tidak merelai tipudaya orang-orang yang berkhianat. Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), kerana sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha Penyayang”.
Terjadi perbedaan pendapat tentang kehidupan perempuan itu selanjutnya. Sebagian orang berpendapat bahawa sejak itu isteri al-Aziz hidup bersama kesedihan dan putus asa kerana ingatannya
kepada Yusuf. Sebagian yang lain berpendapat bahawa isteri al-Aziz itu akhirnya pindah ke suatu tempat yang jauh, dan tiada khabar beritanya sama sekali. Yang jelas, kehidupan wanita itu
menjadi terganggu, kerana cinta kepada Yusuf.
Namun ada yang mengisahkan setelah peristiwa itu Zulaikha bertaubat kepada Allah SWT. Ketika Yusuf diutus menjadi Rasul dan menjadi penguasa menggantikan Al-Aziz, Nabi Yusuf berjumpa dengan Zulaikha yang ketika itu keadaannya sudah tua. Akhirnya Allah menjadikan Zulaikha muda remaja dan berkahwin dengan Nabi Yusuf.
Maka jadilah Zulaikha sebagai seorang wanita yang solehah yang sentiasa beramal kepada Allah SWT.
(Kisah Zulaikha ini dapat di baca dalam Al-Quran surah Yusuf ayat 21-53)

My cute little cats ^^ ♥♥♥

This is all my cats... my lovely cats.. ^^

manis kan??? :D

























Sunday, April 3, 2011

aku 'Akhwat' biasa.....

Surat cinta ini aku hadirkan untukmu, teman seperjuangan, saudari yang kucintai karna Allah.
Ukhtiku yang kusayang,
Maafkanlah jikalau surat ini mengganggu waktumu, menyita perhatianmu, mengusik hatimu, memanaskan emosimu.
            Mohon maaf,
Tak pernah terbesit satu waktupun aku melukaimu
Aku hanya ingin bercerita, berbagi kasih, berbagi pengalaman.
Ukhtiku yang kusayang,
            Aku ingin memahami dirimu, mengerti hatimu, menjadi pendengar setiamu, menolong semampuku.
            Dan aku harap, kau juga memahami diriku.
Ukhtiku yang kusayang,
Aku ini hanyalah gadis biasa.
Islam agamaku, Allah Tuhanku, Al-Qur’an kitabku, dan Muhammad nabiku.
            Aku berbusana sesuai dengan yang diperintahkan agamaku, memakai pakaian yang sesuai syar’i. memang caraku berpakaian dengan dirimu berbeda kawan, namun sungguh aku dan dirimu sama.
Kau dan aku adalah gadis remaja yang sama-sama sedang mencari jati diri.
Kau dan aku sama-sama senang bersenda gurau dan bertukar cerita tentang cinta, sahabat, impian dan harapan.
            Kau dan aku sama-sama sedang menjalani masa muda, masa penuh dengan sejuta asa dan rasa, dimana masa-masa ini rasa ingin memiliki, diperhatikan oleh lawan jenis sedang maraknya bergejolak dalam jiwa.
            Cara pandangku denganmu mungkin berbeda.
Aku lebih suka memendam dalam hati rasa cintaku, membiarkannya tumbuh dengan cara yang kukehendaki, agar takan terjadi “cinta yang salah alamat”.
            Sedangkan kau lebih senang mengungkapkan rasa sucimu itu pada orang yang kau kehendaki sekarang, dengan jujur tanpa paksaan.
Sungguh kawan, aku tak pernah melarangmu. Allah yang melarangmu.
            Aku hanya memaparkan, menceritakan mana yang baik, mana yang salah, yang telah jelas Allah tuangkan dalam kitabNya. Namun langkah selanjutnya ada padamu.

Kawan, ada apa dengan pandangan itu?
            Pandangan takut, jika kau melakukan hal yang diluar ajaran Islam.
Kawan, ada apa dengan gerak-gerik itu?
            Seakan kau menghindar, karna takut kau melakukan hal yang diluar syar’I didepan mataku.
Kawan ada apa dengan keraguan itu?
            Keraguan bahwa kau akan mengucapkan hal yang tak patut, tak sepantasnya, diuar apa yang Nabimu ajarkan padamu, didepanku.
Kawan, jangan takut padaku. Takutlah pada ALLAH!
Allahlah Tuhanmu, bukan aku.
Allahlah yang melihatmu, bukan aku.
Allahlah yang menilaimu, bukan aku.
Allahlah yang menciptakanmu, bukan aku.
            Lantas, kenapa kau takut berbuat dosa dihadapanku?
Takutlah pada Allah ukhti, Dialah Maha Melihat, Maha Mendengar, Maha dari segala Maha.
            Ialah yang melihatu, Ia yang mengawasimu, dimanapun kamu berada.
Sungguh ukhti, aku sama sepertimu,
Aku hanyalah seorang gadis biasa yang banyak dosa dan cela.
Hatiku tak sebersih yang kau kira,
Amalanku tak sebaik yang kau duga,
Hijabku tak serapat yang kau anggap,
Dan jalan pikiranku tak selalu lurus mengikuti perintahnya.
            Ukhtiku yang kusayang,
Sungguh sangat berdosa diriku, bila kau takut padaku bukan pada Tuhanmu.
Ketahuilah wahai saudariku,
Aku temanmu, aku sahabatmu,
            Bersama-sama kita menapaki jalan Islam, menyusuri perjalanan menuju syurga abadi, tempat dimana kita aan menjadi bidadari surga, permata yang mahal nan indah, yang dicari oleh semua penambang berbakat.
            Jadi ukhtiku yang kusayang,
Tolong, anggaplah aku sebagai sahabatmu,
Jangan ragu bercerita padaku,
Jangan malu utarakan rasamu,
Jangan ragu bersenda gurau denganku,
            Aku dan kamu sama wahai ukhti, :), kita adalah gadis remaja yang sedang dihiasi oleh rasa cinta dan akrabnya sahabat untuk berbagi suka dan duka.
            Yang membedakan kita hanyalah derajat dimata Allah.
Aku sayang padamu, dan (sekali lagi aku tekankan) aku hanyalah manusia biasa.
Maafkan aku jika menyakitimu, aku hanya mengutarakan, apa yang ingin kuucapkan.
Aku sama sepertimu, dan kaupun bisa sepertiku,
Tetaplah bertahan ukhti, pada jalan kebenaran,
Jangan pernah lelah,
Jangan pernah menyerah,
Jangan pernah berputus asa.
            Karna ridha Allah menanti kita….