Pages

Wednesday, February 23, 2011

Daddy is evertyhing 4 me…



 


Kalau aku boleh mengatakan definisi tentang ayahku, aku akan menceritakan sejelas-jelasnya, tanpa kurang suatupun. Mungkin akan memakan waktu lama, tapi aku akan tetap bercerita.

          Ayahku adalah seseorang yang sangat hebat, dalam pandanganku. Ia lebih kuat dari Mike Tyson, ia lebih pandai dari Enstein, dan yang paling hebat, ia menyayangiku. Aku mencintainya dengan segenap hatiku.
          Ayahku adalah seseorang yang rela mengorbankan baju kesayangannya hancur akibat ”maha karyaku” dan ayah masih memujinya, ia juga rela tidak menonton pertandingan sepak bola yang sudah ditunggu-tunggunya selama sepekan demi menonton film katun yang berdurasi dua jam hanya untukku, dan ayahku rela menghabiskan banyak uang untuk membelikanku tas model terbaru, (tas koper berwarna biru bergambar winnie the pooh) yang sangat kusukai, karna aku terus merengek dan menangis selama tiga hari.
          Tapi, disamping itu, ayahku adalah seseorang yang tegas dan punya pendirian yang kuat, walaupun berbicaranya kasar.
          Ayah berasal dari Pasaman, Padang, Sumatera Barat. Tinggal di pesisir pantai dengan ombak yang ganas, membentuk karakter ayahku menjadi seseorang yang keras. Dan akhirnya semua menurun ke anak-anaknya. Karna beliau mendisiplinkan kami dengan gayanya yang kasar, maka kamipun terbentuk menjadi seseorang yang kuat, dan kasar...., terlebih aku.
          Boleh dibilang, dari keempat anaknya, hanya aku yang paling badung, bengal, dan pembangkang. Kalau kakak dan adikku takut saat ayah marah kepada kami, dan saat ayah salah, hanya aku yang berani memberitahu kalau ayah salah. Dan akhirnya, aku dipukul, di kurung, dan banyak lagi.
          Dan sepertinya aku yang sering membuatnya sakit hati. Bagaimana tidak? Jika opini ayah tidak benar, dan aku membetulkannnya, ujung-ujungnya adalah perang mulut, karna ayah keras kepala dan selalu menganggap dirinya benar, dan aku juga sama kerasnya, kalau salah ya tetap salah. Endingnya, aku ditampar, dan selesai!
          Tapi kalau hanya itu, tidak cukup untuk membuat aku kapok. Aku terus saja membuat ayah marah, dengan segala kelakuanku yang abnormal. Potensiku untuk menjadi anak badung sudah terlihat saat aku berumur 1 tahun! Hahha.... hebat...............
          Dari dulu, jagoannya menghancurkan keramik, ya aku! Kalau anak kecil seusiaku menganggap bermain dengan boneka menyenangkan, bagiku mengadu keramik hingga pecah itu baru asyik! Ayah marah luar biasa, terlihat dari mukanya yang merah dan matanya yang tajam kearahku. Tapi, aku masih kecil! Dimarahi seperti apapun aku takkan mengerti.
          Dan ”habit” itu kubawa hingga sekarang. Sewaktu aku memecahkan minyak wangi untuk kedua kakakku, aku diberi peringatan oleh ayahku dengan mengadu kepalaku dengan dinding, aku tidak menghitung berapa kali.  Sewaktu aku merusak tv, aku di beri peringatan dengan meyabet gesper ke punggungku. Dan yang terakhir dan paling parah adalah, saat aku tidak sengaja membuat baret mobil ayah, aku di ’warning’. Caranya? Ayah mengalungkan tangannya di leherku, dan menjepitnya kuat-kuat. Tahu dong diapain? Akibatnya, aku sering sesak napas, hingga sekarang. Yang kupikirkan saat semua hukuman ayah yang diberikan kepadaku adalah....
          ”Kalaupun aku mati sekarang, tolong buat ayah mau memaafkan segala kesalahan yang pernah kubuat,”

          Aku selalu merasa, bahwa yang paling banyak memiliki pengalaman dengan ayah adalah aku.
          Walaupun ayah galak, kasar, atau apapun terserah, tapi ayah juga memiliki sisi yang lembut dan sangat penyayang.
          Dulu, di hari sabtu atau minggu, saat ayah harus mencari nasabah asuransi, aku selalu ikut bersamanya. Aku menemaninya sepanjang hari. Itu bukan acara ’ayah dan anak gadisnya’ yang biasa. Mungkin pendapat yang lain cara ayah menghabiskan waktu denganku membosankan, tapi bagiku, itu luar biasa.
          Setiap manusia memiliki caranya masing-masing untuk menghabiskan waktu, dan caraku dengan ayah adalah seperti ini. Aku menemani ayah di sepanjang jalan, dan aku menunggu ayah hingga ia selesai bertemu dengan nasabahnya, lalu kami makan. Sederhana, tapi cukup membuatku sangat bahagia. Hingga saat ini, aku masih bisa merasakan wanginya, hangatnya, dan suaranya. Setiap detik, tak ada yang terlewat.
          Walaupun kami sering bertengkar, tapi itulah cara kami agar kami semakin dekat. Cara yang sangat tidak biasa.
          Ayah adalah anak bungsu dari 10 bersaudara, namun 5 meninggal. Jadilah akhirnya ayah anak ke 5. jujur, semua kakaknya tidak ada yang kusuka. Bukan hanya aku. Kakakku, dan ibuku juga. Tapi, kami tidak menunjukkan secara terang-terangan. Hanya ”Ayah Tuo”  yang kusuka. Ia mirip ayah, dan sangat ramah, tidak seperti mamah, mak tangah, dan Uni Anim. Uni Anim masih lumayan, yang menjengkelkan ya yang dua itu. Mereka sombong, dan berlagak. Mereka seperti mengekang ayah, bahwa ayah harus terus membela mereka, karna mereka adalah keluarganya. Hello..... qta juga kalee....
          Kalau istri ada mantan, tapi anak? Emangnya ada gitu mantan anak?
          Ya sudahlah, aku malas berbicara tentang mereka.

          Dulu dan sekarang, lain. Ayahku yang berubah, atau aku? Dulu ayah sangat dekat, tapi makin hari, kurasakan aku makin menjauh dengan ayah... aku merasa aku telah membuat dinding yang tinggi antara aku dengan ayah, hingga ayah tidak dapat menengok apa yang sedang kulakukan, atau mengintip untuk sekedar menanyakan apa kabarku, tapi jangan-jangan, ayah juga melakukan hal yang sama.
          Di usia remajaku ini, sepertinya aku sangat sering membuat ayah sakit hati dan kecewa. Aku berubah, aku bukan diriku yang dulu, dan ayahpun berubah, ayah bukan ayahku yang dulu.
          Dulu, ayahku adalah panutan hidupku, lilin yang menerangi tiap langkahku, penolongku, penyelamatku, beliau begitu sempurna dimataku, tak kurang suatupun. Tapi kini, setelah aku kian beranjak dewasa, aku sadar, bahwa tak ada yang sempurna di dunia ini. Aku sadar bahwa ayahku hanya manusia biasa yang memiliki banyak kekurangan. Dalam hati, aku merasa kecewa, tapi, bukan salahnya. Aku terlalu mencintainya.
          Aku cinta ayahku, dan aku ingin diperhatikan. Hanya karena aku dilahirkan dengan fisik yang kuat, bukan berarti aku dibiarkan. Sekarang ayah lebih memperhatikan semua saudaraku. Pernah kutanyakan hal ini pada ibu, dan ibu hanya menjawab, ”kau kan kuat, jadi kami tak perlu ribut mengurusmu,”
          Kuat bukan berarti diabaikan, hingga sering terlintas dalam benakku, kelakuan apa lagi yang dapat kuciptakan agar ayah dan ibu MAU lebih memperhatikan diriku. Tapi yang dapat kubuat adalah kejengkelan dan kemarahan mereka, bukan rasa senang dan sayang.
          Aku harus mengerti. Ayah dan ibu punya gadis lain yang harus diurusi, bukan hanya diriku. Akupun paham, dan, endingnya, aku seperti ini.
          Tapi waktu terus berputar. Ayah menjadi sosok yang sangat menyebalkan bagiku. Kenapa? Karna tiap hari ia hanya menyindirku dengan kata-kata yang menusuk.
          Terkadang aku pikir apakah aku akan terus membangkang agar ayah mau mengerti betapa rindunya aku akan masa-masa yang dulu pernah aku lewati dengannya. Tapi ayah tidak mengerti.
          Kami yang dulu adalah patner, sekarang menjadi musuh. Aku tidak ingin seperti ini, aku ingin seperti dulu. Ayah yang mau menerima aku apa adanya, bukan ayah yang menuntut aku untuk selalu mengejar semua hal yang diinginkannya. Aku ingin bermain bersama ayah, bukan bertengkar dengannya.
          Untuk cita-cita, ayah sudah mempersiapkan untuk kami dari dulu. Ia ingin kami menjadi DPR, Menteri, Polwan, TNI, atau apapun yang intinya mengabdi pada negara. Tapi pahamkah ayah, bahwa kami juga manusia? Kami juga punya cita-cita kami sendiri, kami anak ayah, bukan robot yang setiap waktu ayah kontrol dan ayah atur sesuai dengan kehendak ayah.
          Dan demi membahagiakan ayah, kami menuruti semua inginnya. Belajar dengan giat, mendapat prestasi baik, sekolah mendapat beasiswa, atau setidaknya selalu jadi bintang kelas.          Kakak-kakakku menurutinya dengan pasrah, tapi aku tidak. Aku mulai berpikir dan berindak sesuai mauku, dan akibatnya ayah murka. Ayah semakin membenciku.
          Kupikir ulang semua rencana ayah. Dan selama ini, ternyata aku salah. Ayah melakukan ini semua untuk masa depan kami juga, bukan untuknya. Beliau hanya membantu, dan akhirnya, melepaskan, membiarkan kami berjalan di jalur yang kami pilih.
          Ayah tidak egois, justru aku. Aku selalu merencanakan kabandelan apa yang akan kubuat setiap hari, agar ayah mengerti, bahwa aku ingin menjalani hidupku sesuai keinginanku. Kubilang aku mencintai ayah, tapi aku tidak pernah menurut apa yang dikatakannya. Semua yang terbaik telah ia berikan, tapi kubalas dengan keegoisanku.
          Aku akan berusaha untuk menjadi ’gadis kesayangan ayah’ lagi, aku ingin menghabiskan waktu dengan bermain bersamannya lagi, dan yang penting, aku ingin ayah bangga padaku.
          Ambisiku, adalah menjadi yang terbaik, dan aku melakukannya karna aku cinta pada ayahku. Ayahku adalah segalanya.
          Sejelek apapun ia, sekasar apapun ia, segalak apapun ia, ia tetap ayahku, dan selamanya akan begitu.
          Menurutku ayah adalah pria paling tampan dan paling bertanggung jawab di dunia.
I LOVE YOU MY DADDY......       
Inspirated By:
Gita gutawa ft.ada band (terbaik bagimu)
Super Idola (I love you my daddy)



No comments:

Post a Comment